Oleh: Mulyadi saputra
Dalam
kegiatan Humas, komunikasi dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak
langsung. Kegiatan penyampaian informasi secara langsung (face to face) tampaknya akan lebih mudah karena antara komunikator
dan komunikan berhadapan langsung. Lain halnya dengan komunikasi tidak langsung
yang memerlukan media.
Komunikasi
tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan media khusus yang bisa
dipakai untuk itu, baik yang bersifat auditif maupun visual. Bahkan atas
kemajuan teknologi di bidang komunikasi, kini media komunikasi antar personal
yang bersifat auidio-visual pun telah banyak digunakan (Suhandang, 2004: 212).
Media berita merupakan faktor utama dalam humas yang berfungsi untuk
mengontrol arus publisitas melalui saluran-saluran komunikasi umum, yang sangat
penting. Dengan demikian, pemilihan media massa yang sesuai adalah esensial
untuk persiapan dan penyebaran siaran berita (news release). Pemilihan media, khalayaknya, dan kebijakan
redaksional suatu media harus dipertimbangkan dengan baik.
Menurut Moore (2005, 195-197), media publisitas yang digunakan humas di
Amerika Serikat meliputi surat kabar berbahasa Inggris atau asing yang
diterbitkan setiap hari, setiap minggu atau pada jangka waktu lainnya; majalah
yang diterbitkan untuk khalayak, wanita, pejabat, petani, para profesional, dan
kelompok etnik, dan kelompok kepentingan khusus; siaran radio dan televisi; dan
sindikat feature, gambar dan berita.
Namun, dalam lingkup
Humas, media yang berlaku adalah media internal Public Relation atau disebut juga sebagai media house journal atau in house magazine, di mana media ini merupakan media untuk
menyampaikan sesuatu ide atau informasi. Menurut Rosady Ruslan, dalam bukunya Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations
menyebutkan bahwa, Media Internal atau media house journal adalah Media yang dipergunakan
untuk kepentingan kalangan terbatas dan non komersial serta lazim digunakan
dalam aktivitas Public Relations (Ruslan,
2008:25).
Media internal
tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada karyawan tentang kebijakan,
kegiatan atau program-program perusahaan. Seperti yang dikatakan oleh Onong
adalah:
1. Untuk
memberikan informasi mengenai operasionalisasi kebijaksanaan dan
masalah-masalah perusahaan.
2. Untuk
lebih mendekatkan para karyawan kepada perusahaan.
3. Untuk
membuat para karyawan merasa dirinya anggota dari organisasi tunggal.
4. Untuk
membantu karyawan mengerti satu sama lain. (Effendy, 2009:169).
Hal
ini dimaksudkan adalah karyawan menjadi tahu segala informasi tentang
perusahaan, apa yang terjadi, kebijakan apa saja yang baru dikeluarkan dan
segala hal lainnya yang berkaitan dengan perusahaan. Dengan sangat well informed-nya karyawan, maka hal ini
akan menimbulkan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan. Hal tersebut juga
membuat karyawan merasa dirinya adalah bagian dari perusahaan, karena segala
aktivitas karyawan di perusahaan tertuang dalam media internal, hingga karyawan
merasa dirinya dihargai dan memiliki arti bagi perusahaan. Media internal juga
membuat karyawan lebih mengetahui situasi perusahaan, tidak terbatas pada
bagian atau unitnya saja tapi juga keadaan karyawan, keadaan perusahaan secara
menyeluruh, hingga dapat terjalin rasa saling pengertian.
Media internal
mempunyai suatu fungsi tersendiri. Seperti yang dikatakan oleh John Tondowidjojo
dalam bukunya Dasar dan Arah Public Relations:
Majalah
perusahaan harus berfungsi sebagai sumber informasi, pembentukan opini,
pembangkit inovasi, stimulasi dan suatu forum komunikasi untuk semua pihak
berdasarkan kebebasan pendapat (Tondowidjojo, 2002:27).
Majalah perusahaan
tersebut dapat dikategorikan ke dalam media internal, maka fungsi majalah
internal tersebut di atas dapat juga diartikan sebagai fungsi media internal.
Media internal harus berfungsi sebagai informasi, maksudnya segala hal yang
terdapat dalam media internal haruslah dapat memberikan input atau tambahan
informasi bagi publik internal yang membaca atau mengaksesnya. Informasi yang
dimuat adalah berbagai informasi yang berkaitan dengan perusahaan, baik
kegiatan manajemen, kabijakan-kebijakan baru, produk baru atau informasi
tentang karyawan lainnya.
Media internal
berfungsi sebagai pembentukan opini, maksudnya dengan menggunakan media
internal public relations hingga
nantinya memunculkan opini-opini dari publik internal. Media internal sebagai
pembangkit inovasi dan stimulasi, maksudnya dengan menampilkan informasi
misalnya mengenai karyawan yang berprestasi maka karyawan lain akan terpacu
untuk berkarya dan membuat terobosan atau karya baru yang berguna bagi
perusahaan.
Media internal sebagai
forum komunikasi maksudnya melalui media internal, karyawan dapat menyampaikan
opini, pendapat atau masukan bagi perusahaan, atau juga dapat berdiskusi dengan
pihak manajemen dengan menggunakan media internal yang ada.
Untuk menjalankan
fungsi dari media internal tersebut, maka isi media internal harus disusun
sedemikian rupa agar dapat memenuhi fungsi-fungsinya. Menurut Oemi Abdurachman
dalam bukunya Dasar-dasar Public
Relations, mengatakan bahwa:
Isi
majalah internal harus sesuai dengan kepentingan dan kesenangan para pembaca,
harus berdasarkan dengan apa yang patut diketahui oleh para pembaca (Abdurachman,
2001:99).
Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka isi media internal harus disesuaikan dengan publiknya, misalnya
publik internal yang menjadi sasaran berasal dari perusahaan apa, tema-tema apa
yang kiranya menarik dan patut diketahui. Karena bila isinya tidak disesuaikan
maka akan terjadi kesimpangsiuran. Media internal harus berisi tentang hal-hal
yang patut diketahui karyawan, misalnya tentang kebijakan, produk baru
perusahaan dan informasi lainnya.
Menurut Frank Jefkins,
menyebutkan lima bentuk utama House
Journal yang diartikan secara luas yakni sebagai bahan cetakan yang
diterbitkan secara berkala atau periodik, yakni sebagai berikut:
1. The Sales Bulletin,
sebuah buletin sebagai media komunikasi reguler antara seorang sales manajer
dengan salesman-nya di lapangan;
2. The Newsletter,
berisi pokok-pokok berita yang diperuntukkan bagi pembaca yang sibuk;
3. The Magazine,
berisikan tulisan berbentuk feature,
artikel dan gambar, foto, diterbitkan setiap bulan atau triwulan;
4. The Tabloid Newspaper,
mirip surat kabar popular (umum) dan berisikan pokok-pokok berita yang sangat
penting, artikel pendek dan ilustrasi;
5. The Wall Newspaper,
bentuk media komunikasi staff atau karyawan di satu lokasi pabrik, perusahaan,
atau pasar swalayan. Di indonesia dikenal dengan surat kabar atau majalah
dinding (Seomirat, 2012:23).
Secara umum, Abdurahman
(2007: 37-38) berpendapat, dalam media terbitan ada dua kelompok besar yakni
halaman iklan dan non iklan, serta Informasi bersifat fakta serta opini. Media
harus dapat memilah kedua hal tersebut, baik mana yang bersifat informasi fakta
atau opini tak dapat dicampur adukkan dalam satu tulisan, hingga terjadi
simpang siur. Melihat hal ini, media internal juga harus dapat mengacu pada
esensi tersebut.
Selama beberapa tahun
terakhir ini telah bermunculan beberapa bentuk jurnal internal baru yang
selanjutnya memberi sejumlah dimensi yang baru atas hubungan antar pihak
manajemen dan para karyawan perusahaan pada umumnya. Beberapa di antaranya
adalah Jefkins (2001) dalam Soemirat (2012:24):
1. Jurnal audio.
Berita dapat direkam pada sebuah pita kaset yang bisa diputar ulang kapan saja
oleh semua orang, baik itu di kantor, di tengah perjalanan maupun di rumah;
2. Jurnal video.
Suatu peristiwa atau acara juga bisa direkam melalui kamera video. Keunggulan
dari jurnal bentuk ini adalah lebih jelas dalam menggambarkan situasi sehingga
apa yang hendak ditampilkan lebih mudah dipahami;
3. Video perusahaan.
Ini perkembangan lebih jauh dari jurnal video yang berupa jaringan komunikasi
televisi di perusahaan yang ditransmisikan melalui satelit ke berbagai cabang
dan unit perusahaan;
4. Koran elektronik.
Ini adalah suatu jaringan komunikasi melalui komputer, di mana komputer induk
berkesinambungan dengan sejumlah besar komputer pribadi. Setiap pemakai yang
membutuhkan berita tertentu dapat menghubungi komputer induk dan dengan segera
bisa mendapatkan apa yang dibutuhkannya.
Lalu, tahap berkutnya
adalah proses produksi media internal. Sebab, tidak semua proses produksi
berjalan dengan lancar. Dalam proses tersebut, biasanya sering terjadi
kekacauan yang diakibatkan tidak terstrukturnya proses produksi majalah
tersebut. Untuk menghindari atau meminimalkan hal tersebut serta mengendalikan
proses produksi pembuatan majalah yang berlangsung agar menjadi suatu proses,
maka pihak yang memproduksi suatu majalah membutuhkan suatu kerangka kerja
untuk menilai apa yang terjadi dalam proses produksi sebuah majalah.
Menurut Soemirat (2012:
32), proses produksi terdiri dari pra produksi, produksi dan pasca produksi.
Adapun penjelasan dari proses produksi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pra Produksi
Pada tahap pra
produksi, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu: Pembagian Bidang
Redaksi, Perencanaan Isi dan Rubrikasi.
Dalam pembagian bidang
redaksi, harus dilakukan agar tidak terjadi masalah antara pemimpin redaksi dan
reporter, karena bagian redaksi merupakan seorang yang menjadi “gawang”
berita-berita yang masuk sebelum berita itu diloloskan ke percetakan dan
koordinator reportase mengatur dan memimpin para reporter, menugaskan mereka
untuk mencari bahan berita.
Sedangkan dalam
perencanaan isi dan rubrikasi, disebut dengan editorial mix. Dari sini lah
disusun rubrik-rubrik untuk suatu penerbitan pers atau house journal suatu
perusahaan. Setelah gambaran rubrikasi diperoleh, perlu pendekatan dalam
pemilihan informasi atau pemuatan informasi yaitu: pendekatan kualitatif,
pendekatan kuantitatif atau kombinasi keduanya.
Pendekatan kualitatif
adalah pemilihan informasi yang akan dimuat berdasarkan kualitas informasi yang
mengacu kepada tinggi rendahnya nilai berita dan berharga tidaknya berita.
Pendekatan kuantitatif adalah usaha memuat informasi, dalam rubrik berdasarkan
jumlah halaman yang telah ditentukan.
Beberapa hal pokok
untuk menilai informasi tersebut mempunyai news
value (nilai berita) dan news worthy
(berharga sebagai berita) atau tidak, yaitu:
1.
Significant
(penting), apakah berita itu penting untuk pembaca atau tidak?
2.
Magnitude
(besar), cukup besarkah pengaruh berita itu terhadap pembaca atau tidak?
3.
Aktualitas,
apakah berita ini Baru untuk pembaca atau tidak?
4.
Proximity
(jarak), apakah berita tersebut punya kedekatan jarak atau tidak terhadap
pembaca. Kedekatan ini bisa bersifat geografis atau psikologis.
5.
Human
interest, ada sentuhan kemanusiaannya atau tidak?
6.
Prominent
(terkenal), apakah yang diberitakan cukup terkenal atau tidak? (Soemirat, 2012:
34).
Contoh nama rubrikasi
atau house journal suatu perusahaan, di antaranya: laporan utama, laporan
khusus, teknologi, keuangan, visi, trend. Peristiwa dan berita, lingkungan dan
keselamatan, interaksi, halaman kita, perjalanan, serba-serbi, tokoh, memo,
resensi.
Bentuk tulisan
rubrikasi bisa stright news (berita langsung), feature/tuturan/karangan khas, artikel, kolom, opini, dan laporan
mendalam.
2.
Produksi
Begitu
juga pada tahapan ini. Agar majalah yang tercipta sesuai dengan yang
dikehendaki, maka perlu mengetahui tahapan-tahapan yang harus dilakukan, yaitu
peliputan atau pengumpulan informasi. Pada proses ini biasanya dilakukan oleh
reporter, namun seorang reporter agar menghasilkan laporan suatu kejadian
secara tepat, ia harus mengetahui bagaimana peristiwa itu bisa terjadi,
bagaimana fungsi-fungsi pemerintahan kota berlangsung, bagaimana pelaksanaan
sistem suatu sekolah/perguruan tinggi, bagaimana sistem hukum pidana/kriminal
dibangun.
Pengetahuan ini adalah
bagian latar belakang yang bersifat umum bagi jurnalis dalam melakukan
reportase/liputan dan penulisan suatu berita. Untuk memperoleh pengetahuan
semacam itu, seorang reporter harus terus meningkatkan pengalamannya, banyak
membaca dan tahu bagaimana menggunakan bergbagai bahan-bahan referensi, (Mencher,
1986: 77 dalam Soemirat (2012:35).
Melvin Mencher dalam
bukunya Basic News Writing yang
dikutip oleh Soemirat (2012:36) mengemukakan tiga sumber utama memperoleh
informasi untuk berita:
1.
Pengamatan langsung: Fakta dan data
diperoleh seorang reporter dengan melakukan pengamatan langsung atau observasi
ke lokasi kejadian atau peristiwa secara langsung. Pada pelaksanaannya reporter
dikejar waktu dan banyak beresiko tinggi. Fakta inilah yang membawa tingginya
nilai berita.
2.
Human
source (narasumber): Fakta dapat diperoleh dengan
melakukan wawancara kepada orang-orang yang menyaksikan, terlibat atau terkait
dengan peristiwa itu. Misalnya orang yang berwenang tentang suatu objek, orang
yang terlibat dalam suatu peristiwa. Reporter melakukan hal ini, niasanya
karena untuk menambah fakta dan data setelah mengamati langsung atau reporter
tidak dapat mengamati langsung suatu peristiwa.
3.
Menelusuri berbagai laporan, dokumen,
bahan referensi lainnya, termasuk kliping koran, film dan rekaman dari
perpustakaan stasiun penyiaran, pertemuan, rekaman tape, pengadilan, polisi,
catatan legislatif, anggaran, dan catatan pajak.
Untuk mendapatkan
laporan atau berita yang mendalam, reporter menggabungkan ketiga sumber
informasi di atas. Dalam pengumpulan informasi untuk house journal juga
menggunakan tiga sumber informasi utama yaitu pengamatan langsung, melakukan
wawancara dan menelusuri laporan, dokumen dan referensi lainnya. Hanya saja
petualangan reporter house journal,
tidak memiliki resiko yang tinggi untuk liputan-liputan tertentu, seperti
reporter media massa (pers).
Setelah
dilakukannya peliputan, selanjutnya menulis naskah. Menurut Sherry Baker,
seperti yang dikutip oleh Menurut, Ruslan (2011:66), seorang penulis naskah
bidang kehumasan untuk mengembangkan etika dalam penulisan di media, agar pesan
persuasive. Hal ini menunjukkan bahwa penulis (PR writing) memang harus
menguasai dunia kepenulisan sehingga pesan yang disampaikan kepada khalayak
benar-benar dapat menyampaikan pesan persuasive tersebut.
Menulis naskah untuk
media massa, termasuk cetak itu bergantung kepada bentuk naskah yang hendak
ditulis. Secara garis besar bentuk-bentuk naskah surat kabar, majalah dan media
massa cetak lainnya (termasuk house
journal) adalah bentuk berita, feature/tuturan/karangan
khas, news feature, dan artikel.
Secara
umum penulisan naskah berita merupakan hasil liputan seorang reporter/wartawan
atau mengutip dari kantor berita dalam dan luar negeri. Berita itu kemudian
dipilih dan diedit oleh redaktur sebelum dimuat atau diterbitkan. Sedangkan
teknis menulis berita umumnya menggunakan gaya penulisan piramida terbalik. Hal
ini untuk memudahkan khalayak/pembaca yang bergegas untuk cepat mengetahui apa
yang terjadi dan diberitakan.
Di
samping itu, tujuan lain yang sifatnya teknis yakni untuk memudahkan para
redaktur/editor memotong bagian yang tidak penting pada bagian paling bawah
karena terbatasnya ruangan atau untuk memenuhi ruang yang tersedia di media
massa. Pada dasarnya gaya piramida terbalik dalam menulis berita diselaraskan
dengan karakter khalayak maupun cara kerja reporter yang bergegas dan sigap
harus cepat tuntas.
Dalam
teknik menulis berita, jika teras berita telah dapat dirumuskan umumnya tubuh
berita hanya tinggal meneruskan.
Mengingat
teknik menulis berita erat pula hubungannya dengan bahasa jurnalistik, gaya dan
teknik menulis berita harus berpegang pada: (1) laporan berita haruslah bersifat
menyeluruh; (2) ketertiban dan keteraturan mengikuti gaya menulis berita; (3)
tepat di dalam penggunaan bahasa dan tata bahasa; (4) ekonomi kata harus
diterapkan; (5) gaya penulisan haruslah hidup, punya makna, warna dan imajinasi
(Assegaff, 1993:54).
3.
Penyuntingan Naskah
Soemirat (2012:45)
dalam ‘Dasar-Dasar Public Relation’, mengutip dari Agee dan Hester:
Menyunting (editing) adalah satu tanggung jawab yang
dipikul bersama oleh banyak orang di surat kabar (termasuk House Journal). Penyuntingan mulai ketika seorang reporter
memperbaiki tulisannya sebelum dia menyerahkannya. Penyuntingan selesai ketika
kesalahan terakhir sudah diperbaiki beberapa saat sebelum edisi koran tersebut
naik cetak – bahkan setelah itu kalau deadline (batas waktu) memungkinkan. Di
antara kedua saat itu para editor (redaktur pembantu) menggunakan keterampilan
mereka. Seberapa pandai mereka memainkan peran itu menentukan perbedaan antara
tulisan yang sangat baik dibaca, bahkan mungkin mengasyikkan, dan yang
sedang-sedang saja (Agee, dalam Soemirat, 2012: 45).
4.
Menulis Naskah
Menulis
naskah untuk media massa, termasu cetak itu bergantung kepada bentuk naskah
yang hendak ditulis. Secara garis besar bentu-bentuk naskah surat kabar,
majalah dan media massa cetak lainnya (termasuk House Journal) adalah bentuk berita, feature/tuturan/karangan khas, news feature, dan artikel.
Berita
(news) adalah laporan tentang fakta
atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu media penerbitan
untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca. Hal itu bisa saja karena
isi luar biasa, karena pentingnya atau akibatnya, atau juga karena isi mencakup
segi-segi human interest, seperti humor, emosi, dan ketegangan (Assegaff, 1993:
24).
Umumnya
penulisan naskah berita merupakan hasil liputan seorang reporter/wartawan atau
mengutip dari kantor berita dari dalam dan luar negeri. Berita itu kemudian
dipilih dan diedit oleh redaktur sebelum dimuat atau diterbitkan.
Teknis
menulis berita umumnya menggunakan gaya penulisan piramida terbalik. Hal ini untuk
memudahkan khalayakpembaca yang bergegas untuk cepat mengetahui apa yang
terjadi dan diberitakan.
Di
samping itu, tujuan lain yang sifanya teknis yakni untuk memudahkan para
redaktur/editor memotong bagian yang tidak penting pada bagian paling bawah karena
terbatasnya ruangan atau untuk memenuhi ruang yang tersedia di media massa.
Pada dasarnya gaya piramida terbalik dalam menulis berita diselaraskan dengan
karakter khalayak maupun cara kerja reporter yang bergegas dan sigap harus
cepat tuntas.
Mengenai
berita (stright news) merupakan salah
satu bentuk tulisan jurnalistik yaitu tulisan yang berisi laporan langsung yang
hanya memuat fakta kejadian dan sarat dengan informasi. Sifat tulisan ini
padat, lugas, singkat dan jelas memenuhi unsur-unsur 5W+1H. Berbeda dengan
kaidah tulisan lain yang mulai dari yang tidak penting menuju klimaks. Berita
dimulai dengan fakta yang paling penting. Struktur berita dikenal dengan
piramida terbalik. Semakin ke bawah tulisan itu, isi atau informasi yang
disajikan semakin tidak penting, (Sumadiria, 2005:119).
Sedangkan
feature, menurut Zain lebih sulit
ketimbang menulis berita straight news, sebab harus bermain dengan kata dan
data.
Menulis
feature agak sulit dibandingkan
dengan membuat berita. Hampir merupakan suatu seni tersendiri. Si penulis harus
mempunyai kepekaan untuk memilih obyek dan membawakannya secara memikat. Si
penulis tidak bosan-bosannya memilih bagian yang yang paling prima untuk
tulisannya. Kalaupun beropini, tulisan itu tidak kentara mengemukakan opininya.
Feature ibarat sebuah cemeti bertali
panjang yang kalau kita layangkan kepada sasaran, yang terkena sasaran malahan
merasa nikmat (Zain, 1992: 19).
Menurut Santana dalam
buku Menulis Feature (2005:5) mengutip dari Williamson:
“A feature story is a creative, sometimes
subjective, article designed primarily to entertain and to inform readers of an
event, a stuation or an aspect of life,” Hal ini menggambarkan kisah-kisah feature merupakan sesuatu yang tak
terduga. Tidak pernah jelas batasnya. Teknik dan deskripsi laporan feature tidak selurus penulisan berita
regular. (Santana, 2005:5).
Menulis feature tidak tunduk kepada teknik
penulisan dan penyajian fakta seperti yang disyaratkan berita, karena isi tidak
terlihat sebagai berita dengan pegangan rumus penulisan 5W+1H.
Assegaff menyebutkan
bahwa yang paling baik dalam penulisan feature
adalah gaya menulis seperti menulis dalam penulisan “cerpen” yang bagus.
Bedanya feature menyajikan fakta yang
benar dan sesungguhnya, sedangkan cerita pendek fiksi berupa khalayan. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa kriteria sastra dan bahasa yang berbunga dalam
cerpen, juga didapati dalam feature.
Syarat penulisan di dalam surat kabar yang mengharuskan penggunaan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti juga harus dijadikan pegangan dalam gaya menulis
feature.
Bagi seorang penulis feature yang baik, ungkap Assegaff,
tidak boleh mengabaikan tema dari tulisannya. Kalimat-kalimat yang sederhana
dan berdasarkan fakta, hendaknya tersusun rapi di dalam alinea/paragraf secara
sistematik, sehingga ada suatu kesinambungan dalam membacanya. Di sana sini
juga terdapat pula semacam klimaks dan antiklimaks seperti dalam cerpen yang
dapat mengikat perhatian pembaca. Hal yang penting adalah alur tulisan harus
mengalir begitu pula tidak tersendat-sendat, sehingga pembaca dibawa ke dalam
suatu alunan yang tidak terasa dan informasi yang dikehendaki masuk di
dalamnya.
News
feature yaitu penulisan berita melalui gaya feature. Dalam news feature fakta dikemukakan secara mendalam. Sehingga berita
pada suatu surat kabar yang hanya sepintas dimuat, akan diperoleh informasi
lainnya yang lebih mendalam pada penulisan news feature seperti pada sebuah majalah berita mingguan.
Menurut Soesono dalam
bukunya Dasar-dasar Public Relations,
bentuk news feature tumbuh sebagai
hasil sampingan dari bentuk penulisan hard news. Berbeda dengan human interest feature yang membicarakan sisi kehidupan
pelaku berita, news feature
membicarakan kejadiannya, berikut proses timbulnya kejadian itu. Tidak dalam
bentuk berita. Tulisan news feature
adalah apa yang sekarang dikenal dengan depth
news atau investigative news.
Namun yang terpenting
dari keseluruhan bentuk tulisan baik strigh
news maupun feature adalah gaya
penuturan atau gaya penulisan yang sering dikatakan sebagai bahasa jurnalistik.
Menurut Sumadiria, dalam buku “Bahasa Jurnalistik” (2006: 13-20) menjelaskan
karakter bahasa jurnalistik atau penuturan dalam media dianataranya harus
menggunakan bahasa yang sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih,
menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur,
menghindari kata atau istilah asing, pilihan kata atau diksi yang tepat,
mengutamakan kalimat aktif, menghindari kata atau istilah teknis, serta tunduk
pada kaidah etika.
Sementara menurut Zaenuddin
(2011: 147-148) bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa Indonesia,
bukanlah bahasa yang berbeda, sehingga harus tetap merujuk pada Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Namun pada intinya bahasa jurnalistik harus singkat,
padat, sederhada, jelas, lugas tetapi selalu menarik untuk dibaca.
Lebih ringkas,
diutarakan oleh Romli (2004:95) bahasa jurnalistik didasarkan atas kesadaran
terbatasnya ruang dan waktu. Untuk ruang yakni kolom dan halaman pada media
cetak baik koran maupun majalah, dan waktu lebih pada media elektronik yang
dibatasi pada durasi tayang.
5.
Desain dan Layout
Dinyatakan oleh Sutanto
sebagaimana yang dikutip oleh Soemirat bahwa perwajahan majalah termat penting,
karena akan meningkatkan daya tarik pembaca.
Bidang desain
atau perancangan tata rupa majalah, sering disebut bidang artistik, yaitu
istilah yang mengacu kepada ikhwal “art”
atau “artist”. Istilah ini mengandung
makna: keindahan dan keterampilan yang imajinatif. Oleh karena itu, perancangan
tata rupa acapkali memang hanya dihubungkan dengan soal keindahan, (Sutanto
(1992) dalam Soemirat, 2012:41).
House
Journal sebagai salah satu jenis media perusahaan yang
tersendiri atau bersifat khusus untuk kalangan tertentu dan terbatas (bukan
untuk umum), kadangkala tidak diperjualbelikan. Hal yang terakhir ini tentunya
akan memperingan tugas perancangan House Journal, karena tidak usah memikirkan
faktor pemasaran/promosi dalam rancangan, ruang iklan, biasanya juga tidak
terlalu diperlukan.
Bagian desain House Journal yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Kulit
(cover), adalah wajah yang harus
mampu menarik perhatian, dan membangkitkan keingintahuan calon pembaca.
2. Daftar
isi: halam isi sedapat mungkin dibuat menarik dan mudah ditemukan tempatnya
(tidak tersembunyi).
3. Tulisan
utama: halaman ini harus dirancang secara efektif, menarik dan bervariasi dari
nomor edisi ke nomor edisi lainnya.
4. Halaman
santai: diperlukan untuk “bernafas”, seringkali justru halaman yang paling
dicari oleh pembaca.
5. Halaman
tengah: satu-satunya bagian yang tidak terputus, dapat dimanfaatkan untuk
perupaan yang unik menarik. (Soemirat, 2012: 45).
6.
Proses Pencetakan
Dalam menerbitkan House
Journal, bisa dalam bentuk elektronik yaitu dengan menggunakan kaset audio,
kaset video, dan komputer, bisa juga dalam bentuk cetakan.
Dalam kondisi cetak,
proses cetak berarti usaha untuk memproduksi atau menyalin dengan menggunakan
suatu alat-alat media atau secara semu dikatakan mencetak (Scheder, dalam
Soemirat. 2012:49).
Dewasa ini ada beberapa
model pencetakan yang dikenal, antara lain sebagai berikut:
1.
Cetak offset
Pada dasarnya cetak offset berdasarkan pada proses kimiawi
seperti ritrografi (saling tolak antara lemak dan air). Cetak offset (termasuk proses cetak di atas)
menggunakan plat-plat logam. Proses cetak ini disebut proses cetak tidak
langsung.
2. Letterpress
(cetak tinggi)
Pada proses cetak tinggi
huruf-huruf teks dan gambar-gambar lebih tinggi daripada yang tidak mencetak.
Rol-rol tinta hanya menyentuh bagian-bagian yang tinggi. Tulisan dan gambar
kemudian dipindahkan langsung ke atas kertas atau bahan kertas lainnya dengan
tekanan yang kuat.
3.
Gravure
Prinsip cetak gravure yaitu semua bagian pencetakan disketsa atau dipahat pada
plat tembaga/baja. Setelah itu diberi tinta cetak yang masuk ke bagian yang
dalam. Kemudian plat tersebut dibersihkan dengan semacam pisau (doctor-blade), tintanya tinggal di
bagian yang dalam (yang lekuk) dan akan dipindahkan ke atas kertas ketika
dilakukan pencetakan.
Kelebihan pada cetak gravure yang
modern adalah kemungkinan untuk memproduksi terutama foto-foto dan
gambar-gambar dengan banyak tingkatan warna. Adapun bagian-bagian peralatan
cetak ini adalah : 1) plat tembaga, 2) plat ditintai, 3) pisau membersihkan
dari bagian-bagian yang tidak mencetak, 4) dengan tekanan tinggi tinta
dipindahkan dari lubang-lubang ke atas.
4.
Screen
Printing
Proses cetak ini dipakai terutama
jika proses terdahulu tidak bisa terpakai, karena acuan cetaknya tidak tinggi,
tidak datar, dan tidak juga dalam. Tetapi pencetakan digunakan dengan
menggunakan selembar saring (stensil).
Cetak saring cocok untuk mencetak
dalam jumlah kecil dan untuk mencetak logam, kayu, kaca papan, dan lembaran
plastik atau bahan sintesis lainnya. Di samping itu juga pada bidang-bidang tak
beraturan seperti botol bidang plastik.
Di samping peralatan cetak saring yang
sederhana dengan tangan, digunakan mesin-mesin setengah otomatis atau
sepenuhnya otomatis.
5.
Photogelatin
atau collotype
Cetak collotype adalah suatu proses
foto mekanis yang dipakai untuk memproduksi foto-foto dan lukisan-lukisan.
Sistem cetak ini adalah satu-satunya proses cetak yang tidak menggunakan nada
lengkap yang sesungguhnya sehingga dengan demikian diperoleh mutu reproduksi
yang jauh lebih tinggi mutunya bila dibandingkan dengan proses cetak lainnya.
6.
Flexography
Merupakan proses cetak tinggi,
perbedaannya terletak pada tinta yang digunakan adalah tinta anilin yaitu
aliran yang tidak membutuhkan distribusi.
7.
Letterset/dry
offset
Proses cetak ini merupakan
kombinasi antara dua proses dasar cetak di mana piringan mesin cetak (dangkal)
menyimpan gambar pada silinder kain dan pencetakan terjadi dari kain. Proses
ini dalam pelaksanaannya tanpa menggunakan air dan di sini terjadi pencetakan
tidak langsung.
8.
Thermography
Dalam pelaksaannya proses cetak ini
menggunakan metode kombinasi, yaitu dimulai dengan mencetak melalui model offset atau letterpress, dengan menggunakan tinta khusus (non drying inks) dan menambahkan bubuk di sekitar gambar.
9.
Elextrostatic
Printing
Xerography
merupakan salah satu sistem cetak kering yang didasari prinsip elextrostatic.
Prinsip ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1948 yaitu Xerography. Meskipun penerapan secara
komersil berkembang cepat, namun sebagian besar untuk mesin fotocopy kantor,
proses ini menggambarkan suatu perubahan konsep dari yang sebelumnya.
Xerography
dalam prosesnya tidak menggunakan tinta. Tanpa tekanan dan bahan kimia untuk
mendapatkan reproduksi pada kertas atau permukaan konduksi dan daya listrik
digunakan untuk menciptakan salinan gambar.
7.
Pasca Produksi
Setelah
tahap produksi selesai, maka dilakukan distribusi. Menurut Jefkins dalam
Soemirat (2012:26), pendistribusian House
Journal harus diperhiungkan aktualitas penerbitan. Penyampaian House Journal bisa dikirim melalui kurir
(ditangani sendiri), via pos, atau digabung dengan sirkulasi pers komersial.
Secara
keseluruhan, konsultan humas atau konsultan media akan melakukan hal-hal
tersebut di atas dalam proses pendampingan terhadap perusahaan klien. Proses
tersebut, harus dilaksanakan karena menyangkut profesionalisme konsultan dalam
memberikan pelayanan serta pendampingan kepada perusahaan klien.
makasih infonya...
ReplyDeleteijin copy untuk referensi yahh
https://unram.ac.id/
ReplyDeleteunram.ac.id/
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete