Oleh: Mulyadi Saputra
Ilustrasi by: ureport.news.viva.co.id |
Menurut Fisher (dalam
Jalaludin Rahmat ‘Psikologi Komunikasi’ dan Nina W. Syam ‘Psikologi Sebagai
Akar ilmu Komunikasi’ ) pendekatan psikologi komunikasi memiliki empat
ciri-ciri, yang pertama, adalah
Penerimaan Stimuli Secara Inderawi (Sensory
Reception of Stimuly). Kedua,
Proses yang Mengantarai Stimuli dan Respons (Internal Mediation Of Stimuli). Ketiga, Prediksi Respons (Prediction
of Response). Keempat, Peneguhan
Response (Reinforcement of Response).
Dari empat ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Penerimaan Stimuli
Secara Inderawi (Sensory Reception of
Stimuly).
Pada
proses ini komunikasi diawali atau bermula ketika panca indra kita diterpa oleh
stimuli, panca indra tersebut yakni mata, hidung, telinga, kulit, dan mulut.
Stimuli bisa berbentuk orang, pesan, suara, warna, dan sebagainya; pokoknya
segala hal yang mempengaruhi kita.
b.
Proses yang Mengantarai
Stimuli dan Respons (Internal Mediation Of Stimuli).
Pada
ciri pendekatan ini, stimuli yang ditangkap oleh alat indera, kemudian diolah
dalam otak. Kita hanya mengambil
kesimpulan tentang proses yang terjadi pada otak dari respons yang tampak.
Melalui tanda-tanda yang diketahui, seperti tersenyum, tepuk tangan, dan
meloncat-loncat, yang memiliki arti sedang gembira.
c.
Prediksi Respons (Prediction of Response).
Pada
pendekatan ciri ini, Respons yang terjadi pada masa lalu dapat dapat dilihat
serta dapat diramal responya untuk masala mendatang. Kuncinya, harus mengetahui
sejarah respons terdahulu, sebelum meramalkan respons individu saat ini.
d. Peneguhan
Response (Reinforcement of Response)
Pada
pendekatan ciri ini timbul perhatian pada gudang memori (memori storage) dan set (penghubung masa lalu dan masa
sekarang). Salah satu unsur sejarah
respons ialah peneguhan. Peneguhan
adalah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme yang
asli). Berger dan Lambert menyebutnya
feedback (umpan balik), tetapi Fisher tetap menyebutnya Peneguhan.
Menurut George A.
Miller, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan,
dan mengendalikan peristiwa mental dan perilaku komunikasi individu. Peristiwa
mental adalah proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation
of stimuli) yang berlangsung sebagai akibat belangsungnya komunikasi.
Namun, Prof. Nina W.
Syam, pada Buku Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, memaparkan bahawa dalam
psikologi komunikasi yang terpenting adalah gejala kejiwaan yang ada pada
aliran psikologi, yang sangat bermanfaat untuk menganalisis proses komunikasi
interpersonal, ketika orang sedang melakukan proses interpretasi dari suatu
stimulus, mulai dari sensasi, asosiasi, persepsi, memori, sampai dengan
berfikir, baik untuk pekerjaan mengirim maupun menerima pesan.
Ciri-ciri pendekatan
psikologi komunikasi, terlihat bagaimana psikologi komunikasi memakai
perspektif keilmuan lain dan sekaligus pula menggambarkan menggambarkan
kemandirian psikologi komunikasi sendiri sebagai sebuah disiplin keilmuan. Dari
gambaran itu dapat dikemukakan bagaimana
tujuan umum psikologi komunikasi.
Tujuan
Psikologi Komunikasi Secara Umum
·
Psikologi meneliti
kesadaran dan pengalaman manusia. Hal tersebut diarahkan pada pusat perhatian perilaku
manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya
perilaku manusia itu. Psikologi pada perilaku individu komunikan. Ketika akan
melakukan komunikasi, tak bisa dipungkiri membutuhkan pihak lain sebagai
pendengar atau komunikan untuk merespon pesan yang disampaikan.
·
Psikologi
komunikasi juga melihat bagaimana respon yang terjadi pada masa lalu dapat
meramalkan respon yang terjadi pada masa yang akan datang. George A. Miller
membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya: Psychology is the science that attempts to describe, predict, and
control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi
adalah imu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa
mental dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah ”internal meditation of stimuli”, sebagai
akibat berlangsungya komunikasi. Komunikasi adalah peristiwa sosial, peristiwa
yang terjadi ketika manusa berinteraksi dengan manusia yang lain. Peristiwa
sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Pendekatan
psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
·
Konsep ini menunjukkan bahwa psikologi
komunikasi sangat berperan dalam perubahan perilaku manusia, terutama saat
manusia berkomunikasi dengan manusia lain, baik yang sifatnya interpersonal,
kelompok, maupun massa. Ketika seseorang
memahami dan mengerti psikologi komunikasi, saat komunikasi berlangsung antara
komunikator dan komunikan, orang mampu melihat dan menganalisis gerak dan
tingkah kedua komponen tersebut, yang berbicara dan yang mendengar. Dengan
menganalisis pandangan ini, maka peran ilmu psikologi komunikasi dalam
perkembangan masyarakat dan pengetahuan cukup besar.
Kepribadian Manusia
Kepribadian manusia
terbentuk dan berkembang melalui komunikasi. Sehingga melalui komunikasi
seorang individu menemukan dirinya sendiri, mengembangkan konsep diri, dan
menetapkan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Hubungan tersebut menentukan
kualitas hidupnya sendiri. Kegagalan berkomunikasi akan berakibat buruk pada
proses pembentukan kepribadian seseorang. Untuk itu setiap individu memerlukan
keterampilan dan kemampuan sehingga dapat berkomunikasi yang efektif. Psikologi
komunikasi bertujuan untuk memahami tanda-tanda komunikasi yang efektif.
Dalam berbagai bentuk kontekstualnya, komunikasi merupakan peristiwa
psikologi dalam diri masing-masing peserta komunikasi, seperti yang terungkap
dalam berbagai teori seperti teroi simbolis atau yang lainnya. Dengan kata
lain, psikologi mencoba menganalisis seluruh komponen yang terlibat dalam
proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi menganalisis karakteristik
manusia komunikan serta faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
prilaku komunikasinya. Sedangkan pada diri komunikator, psikologi melacak
sifat-sifatnya dan bertanya, apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi
berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain
tidak.
Ada lima cirri-ciri komunikasi efektif:
a)
Psikologi komunikasi dapat memberikan pengertian, yakni
penerimaan yang cermat dari isi stimulus seperti yang dimaksudkan oleh
komunikator.
b)
Psikologi komunikasi dapat memberikan kesenangan, yakni
komunikasi fatis (phatis communication),
dimaksudkan memenimbulkan kesenangan.
c)
Psikologi komunikasi dapat mempengaruhi sikap, dimana
komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri
komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikate.
d)
Psikologi komunikasi dapat membentuk hubungan sosial
yang baik, dalam hal ini manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup
sendiri.
e)
Psikologi komunikasi mampu mempengaruhi tindakan,
seperti sifat persuasif yang juga ditunjukan untuk melahirkan tindakan yang
dihendaki.
Ruang Lingkup psikologi komunikasi berdaskan unsur-unsur ; Komunikator, Pesan,
Komunikan
·
Komunikator
Ruang
lingkup psikologi komunikasi dalam unsur komunikator terutama berbicara
terhadap kemampuan dalam mempersuasi komunikan.
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam Ilmu, Teori, dan Filsafat
Komunikasi, tujuan komunikator secara teologis yaitu mengubah sikap, opini,
perilaku, kepercayaan, ataupun agama, karenanya ruang lingkup dalam memahami
unsur komunikator sangatlah luas.
Menurut
Jalaluddin Rakhmat, ketika komunikator berkomunikasi yang berpengaruh bukan
saja apa yang ia katakan tetapi juga keadaan dia sendiri. He
doesn’t communicate what he says, he communicate what he is (dalam
Jalaludin Rahmat Psikologi Komunikasi). Ia tidak menyuruh pendengar memperhatikan apa yang ia
katakan, pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa.
Aristoteles
menyatakan, bahwa persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara,
yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggap dapat
dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat
percaya pada orang-orang yang baik daripada orang lain : Ini berlaku umumnya
pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada
kepastian dan pendapat terbagi. Tidak
benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang
diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya ;
sebaliknya karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling
efektif yang dimilikinya (dalam Prof. Jalaludin
Rahmat Psikologi Komunikasi).
Aristoteles
menyebut karakter personal pembicara sebagai Ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang
baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will). Nina Syam menyatakan bahwa Ethos mengajarkan
para ilmuwan tentang pentingnya rambu-ramnu normatif dalam perkembangan ilmu
yang merupakan kunci utama bagi hubungan antara produk ilmu dengan user (Prof.
Nina W. Syam).
Hovland
dan Weis (dalam Jalaludin Rahmat Psikologi Komunikasi), menyebut ethos ini
credibility yang terdiri dari Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat
dipercaya). Nasihat dokter kita ikuti,
karena dokter memiliki keahlian. Tetapi
omongan pedagang yang memuji barangnya agak sukar kita percayai karena kita
meragukan kejujurannya karena tidak memiliki trustworthiness. Jalaluddin Rakhmat mengatakan ethos terdiri
dari kredibilitas, atraksi, dam kekuasaan, sebagai penghormatan pada
Aristoteles.
Kredibilitas
adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator, artinya
tidak inheren dalam diri komunikator dan berkenaan dengan sifat-sifat
komunikator karena kredibilitas itu masalah persepsi. Kredibilitas berubah
bergantung pada pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan
situasi. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang
komunikator sebelum ia berlakukan komunikasinya disebut Prior Ethos.
Sumber komunikasi
memperoleh prior ethos karena berbagai hal, kita membentuk gambaran tentang
diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator atau dari
pengalaman wakilan (vicarious experience).
Ada dua komponen yang paling penting berkaitan dengan kredibilitas ialah
keahlian dan kepercayaan. Keahlian
adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam
hubungannya dengan topik yang dibicarakan.
Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan
dengan wataknya.
Atraksi berkaitan
dengan daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang-orang yang
tampan atau cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan memiliki kemampuan
yang lebih tinggi dari kita (dalam Jalaludin Rahmat
Psikologi Komunikasi). Shelly Chaiken, seorang psikolog cantik dari
University of Massachusets, menelaah pengaruh kecantikan komunikator terhadap
persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik
penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh atraksi fisik. Atraksi fisik menyebabkan komunikator
menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasif.
Kekuasaan dalam
kerangka teori Kelman, adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Ketundukan timbul dari interaksi antara
komunikator dan komunikate. Kekuasaan
menyebabkan seorang komunikator dapat memaksakan kehendaknya kepada orang lain,
karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting. French dan Raven (dalam
Jalaludin Rahmat Psikologi Komunikasi) menghasilkan lima klasifikasi kekuasaan, yaitu : Kekuasaan koersif,
kekuasaan keahlian, kekuasaan informasional, kekuasaan rujukan, dan kekuasaan
legal. Apa pun jenis kekuasaan yang
dipergunakan, ketundukan adalah pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan
identifikasi dan internalisasi. Dengan
begitu, kekuasaan sepatutnya digunakan setelah kredibilitas dan atraksi
komunikator.
·
Pesan
Berbicara tentang
pesan tidak terlepas dari kekuatan bahasa, kekuatan kata-kata, the power of words. Inilah yang membedakan manusia dengan
hewan. Kitab suci Al-Qur’an menyebutkan
penciptaan manusia dengan mengatakan, “Dia menciptakan manusia, mengajarnya
pandai bicara.” (55 : 2-3).
Manusia mengucapkan
kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara berkata
memberikan maksud tertentu. Cara-cara
ini kita sebut Pesan Paralinguistik.
Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain
dengan bahasa, misalnya dengan isyarat ; ini disebut Pesan Ekstralinguistik.
Hubungan
antara bahasa dengan proses berpikir dikemukakan dalam teori Whorf (Whorfian
Hyphotesis). Secara singkat teori ini
dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia di bentuk oleh bahasa ;
dan karena berbeda bahasa, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula (dalam
Jalaludin Rahmat Psikologi Komunikasi).
Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang
telah diprogram oleh bahasa yang kita pakai.
Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup
dalam dunia sensori yang berbeda pula.
Misalnya orang Sunda mempunyai sekian banyak perasaan yang dapat
diungkapkan dalam bahasa Sunda, tetapi tidak ada dalam bahasa Indonesia.
Aristoteles
menyatakan bahwa pesan terdiri dari organisasi pesan, struktur, dan imbauan
pesan. Organisasi pesan kaitannya
dengan sistematika penulisan, yang terdiri dari : deduktif, induktif,
kronologis, logis, spasial, dan topikal.
Alan H. Monroe (Rakhmat, 1991:297) menyarankan lima langkah penyusunan
pesan : attention (perhatian), need (kebutuhan), satisfaction (pemuasan),
visualization (visualisasi), dan action (tindakan). Imbauan pesan kaitannya dengan isi pesan,
yang terdiri dari imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan
ganjaran, dan imbauan motivasional.
·
Komunikan
Kajian komunikasi
yang paling sering adalah pada unsur komunikan terutama perilaku atau reaksi
komunikan. Pada diri komunikan atau
komunikate, psokolog memberikan karakteristik manusia komunikan serta
faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Seorang psikolog, memandang komunikasi pada
perilaku manusia komunikan. Tugas ahli
linguistiklah yang membahas komponen-komponen yang membentuk struktur pesan. Tugas ahli tekniklah yang menganalisa
beberapa ‘noise’, yang terjadi di jalan sebelum pasan sampai pada komunikan,
dan beberapa pesan yang hilang.
Psikologi mulai masuk ketika membicarakan bagaimana manusia memproses
pesan yang diterimanya dan bagaimana cara berpikir dan cara melihat manusia dipengaruhi
oleh lambang-lambang yang dimiliki.
Melalui komunikasi
kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan
kita dengan dunia di sekita kita.
Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup. Bila orang lain atau komunikan tidak memahami
gagasan Anda, bila pesan Anda menjengkelkan mereka, bila Anda tidak berhasil
mengatasi masalah pelik karena komunikan menentang pendapat Anda dan tidak mau
membantu Anda, maka Anda telah gagal dalam berkomunikasi. Maka dari itu peranan komunikan atau
komunikate sangat penting dalam keberhasilan suatu komunikasi. Komunikasi itu berhasil apabila adanya
persamaan persepsi atau makna antara komunikator dengan komunikate (R/S =
1). Maka dari itu salah satu fokus utama
dari psikologi komunikasi yaitu komunikan atau komunikate.
Tujuan dari
unsur-unsur di atas
·
Komunikan:
bertujuan untuk mengetahui karakteristik manusia kamunikan dan faktor internal
dan eksternal yang mempengaruhi prilaku komunikasinya.
·
Komunikator:
bertujuan untuk melacak sifat-siaptnya, apa yang menyebabkan satu sumber
komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain atau sebaliknya.
·
Pesan:
bertujuan untuk meneliti komunikasi diantara individu, meneliti lambang-lambang
yang disampaikan, dan meneliti proses mengungkapkan pikiran.
Beberapa
teori psikologi tentang prilaku komunikasi, meringkaskan empat konsepsi
teoritik psikologi, yang mempengaruhi teori-teori tentang perilaku komunikasi,
psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif dan humanistis. Dilihat dari
Pandangan Islam
Teori psikologi
tentang prilaku komunikasi dan pandangan dari kaca mata Islam.
a) Behaviorisme
Behaviorisme
adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada
tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal
psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh,
serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi
terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan
laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam
bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme ingin menganalisis bahwa
perilaku yang nampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan.
Belakangan, kaum behaviorist lebih dikenal dengan teori belajar, karena
menurut mereka, seluruh perilaku manusia, kecuali insting, adalah hasil
belajar.
Ajaran
islam diharapkan dapat mengkaji perilaku dengan cara mempertimbangkan jiwa dan
badan, perilaku manusia hanya merupakan interpretasi dari kejiwaan manusia.
Jadi tidak hanya dari satu aspek saja. Yang diperkuat dengan pendapat dari M.
Ramli, yaitu: “Al-Yauma akmaltu
lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum nikmati wa radhitu islami dina”. Artinya:
dalam aliran behaviorisme, terujinya suatu kejiwaan manusia dengan suatu
eksperimental. Aliran behaviorisme mempelajari terbentuknya perilaku manusia
berdasarkan konsep stimulus dan respon, yang berarti perilaku manusia sangat
terkondisi oleh lingkungan. Satu–satunya motivasi yang mendorong manusia
bertingkah laku adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Konsep ini
mengisyaratkan bahwa ketika manusia dilahirkan, ia tidak membawa bakat apa–apa
dan mengingkari potensi alami manusia.
Aliran
behaviorisme menolak determinan perilaku manusia, karena manusia berkembang
atas dasar stimulasi dari lingkungannya. Pandangan ini beranggapan bahwa
manusia tidak memiliki kesempatan untuk menentukan dirinya sendiri, oleh karena
itu aliran ini memiliki kecenderungan untuk mereduksi manusia. Artinya, manusia
tidak memiliki jiwa kemauan dan kebebeasan untuk menentukan pilihannya sendiri.
Dalam hal ini kiranya perlu dipertimbangkan bahwa manusia sebagai makhluk
hedonis, padahal manusia juga memiliki kehendak untuk mengabdi pada Tuhannya
dengan tulus ikhlas dan penuh kesadaran. Pandangan ini mengangkat derajat manusia
ke tempat yang teramat tinggi. Ia seakan-akan pemilik akal budi yang hebat
serta kebebebasan penuh untuk berbuat sesuatu yang dianggap baik dan sesuai
dengan dirinya.
b) Psikoanalis
Teori
ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang tokoh berkewarganegaraan Austria
yaitu Sigmund Freud (1856 – 1939). Teori ini dapat dikatakan sebagai aliran
psikologi yang paling berpengaruh dan yang paling terkenal karena mempunyai
landasan teori yang unik, teori ini berasumsi bahwa pada diri manusia terdapat
3 aspek kejiwaan consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari
ketiga aspek tersebut, unconsciousness merupakan aspek yang paling berpengaruh
dan dominan dalam menentukan tingkah laku manusia. Di dalam unconsciousness
tersimpan ingatan masa kecil, energy psikis dan instink. Preconsciousness
berperan sebagai penghubung antara consciousness dan unconsciousness yang
berisi ingatan dan ide yang dapat digunakan kapan saja. Sedangkan consciousness
hanyalah sebagian kecil dari struktur kesadaran namun di bagian inilah mind
berinteraksi langsung dengan realitas.
Kemudian
setelah mengembangkan struktur kesadaran di atas, freud mengembangkan pula
struktur kepribadian yang dikenal dengan mind apparatus yaitu :
1. Id (Das Es) adalah berbagai
potensi/komponen yang dibawa sejak lahir, berupa impuls, agresif, insting dan dorongan dasar
(makan, minum, seks, menyerang, dan bertahan) di mana sistem kerjanya adalah
prinsip kenikmatan dan kesenangan
2. Ego (Das Ich) berfungsi
merealisasikan kebutuhan-kebutuhan id dengan jalan memilih bentuk pemuasan
kenikmatan yang benar-benar nyata tersedia di lingkungan dan cara
mendapatkannya pun sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Dengan demikian pada
sistemcego berlaku prinsip realitas.
3. Superego (Das Ueber Ich) adalah
bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor
baik buruk, salah benar, boleh tidak boleh. Maksudnya bahwa superego menuntut
kesempurnaan dan idealitas perilaku dengan tolok ukur ketaatan mutlak terhadap
norma-norma lingkungan.. Oleh karena itu dikatakan bahwa pada superego berlaku
prinsip idealitas. (Nina W.Syam: 2011:56).
Kepribadian
menurut islam adalah totalitas dari kegiatan komponen-komponen dalam kesatuan
lingkungan jasmaniah – ruhaniah yang terbina melalui ta’dibiyah, tarbiyah,
pengalaman dan pengaruh lingkungan hidup yang membentuk cara-cara berpikir,
berkehendak, berperasaan dan bertingkah laku, yang menjadi ciri khas sikap
mental dan citra seseorang dalam menghadapi sesuatu.
Semua
hal tersebut di atas digerakkan oleh ruh, sesuatu kekuatan yang menyebabkan
kehidupan pada benda-benda. Dari ruh ini timbullah akal, hati nurani, nafsu,
hawa dan perasaan. Kelima hal tersebut merupakan komponen atau organ ruhaniah:
1. Akal, sesuatu yang halus yang
mengerti segala sesuatu untuk menangkap segala ilmu pada diri manusia.
2. Hati nurani (kalbu) mempunyai dua
arti, yakni fisik dan metafisik. Kalbu dalam arti fisik adalah jantung, berupa
segumpal daging berbentuk lonjong, terletak dalam rongga dada sebelah kiri.
Sedangkan dalam arti metafisik yaitu tempat benih iman dan instink ruhaniah,
keyakinan atau instink rabbani sebagai hidayah nalurii dari Alloh yang
diberikan sejak alam arwah (QS Al A’raf 172 dan QS Ar Rum 30) Hati nurani
inilah sebagai sumber suara hati yang selalu memberikan suara halusnya yang
berasal dari bisikan malaikat sebagai petunjuk dari Alloh SWT, jika baik
dikerjakan, jika jelek ditinggalkan.
3. Nafsu, nafsu mengandung dua arti
pula, arti yang pertama adalah dorongan agresif (ganas) dan doronga erotic
(birahi) yang bisa menjadi sumber malapetaka dan kekacauan bila tak
dikendalikan dan diadabkan. Adapun nafsu dalam arti kedua adalah nafs
almutmainnah yang lembut dan tenang serta diundang oleh Alloh sendiri untuk
masuk ke dalam surga-Nya (QS Al-Fajar: 27 – 28. Essensinya bahwa nafsu adalah
tempat timbulnya keinginan yang di dorong oleh motif dari luar maupun dari
dalam. Nafsu inilah yang menimbulkan berbagai macam kreativitas untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya.
4. Hawa, keinginan lebih yang
menimbulkan sifat serakah pada manusia, selalu merasa kekurangan, keluh kesah
dan kikir.
5. Perasaan, komponen jiwa yang selalu
memberikan evaluasi dan menanggung akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa
kejiwaan.
Proses
pengendalian diri (jihadun nafs) ini
diperankan oleh akal sebagai pemimpin dalam perebutan untuk mempengaruhi nafsu,
pilihan antara bisikan malaikat melalui hati nurani dan bisikan syetan melalui
hawa yang akan menentukan kualitas kepribadian manusia tersebut. Jika nafsu
tersebut lebih dominan pada bisikan malaikat (hati nurani), maka tingkah
lakunya akan selalu dihiasi perbuatan baik. Namun jika nafsu lebih condong pada
bisikan syetan (hawa), maka tingkah lakunya akan selalu dihiasi perbuatan
buruk.
c) Psikologi
Kognitif
Psikologi Kognitif adalah studi
tentang proses mental yang mendasari kemampuan kita mempersepsikan dunia,
memahami dan mengingat pengalaman kita, berkomunikasi dengan orang lain, dan
mengendalikan perilaku kita. Aliran psikologi kognitif menempatkan
manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara aktif terhadap lingkungannya
dengan cara berfikir. Psikologi kognitif mempelajari bagaimana arus informasi
ditangkap oleh alat indera yang diproses dalam jiwa seseorang sebelum
diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Akan tetapi, dalam aplikasinya reaksi
yang timbul tidak hanya yang nyata tetapi juga dalam bentuk atau berupa
ingatan. Dalam konsep ini manusia orang yang secara sadar memecahkan
permasalahan atau persoalan. Sehingga dalam aliran ini manusia disebut sebagai
homo sapiens yaitu manusia yang berfikir.
Akal adalah karunia Allah Swt yang besar bagi manusia.
Agama Islam berisi pedoman bagi manusia yang berakal, hanya manusia yang
berakal dan berilmu saja yang dapat mengambil pelajaran dari penciptaan langit
dan bumi. Terdapat dalam surat al-Ankabut ayat 49 yang artinya Sebenarnya, Al
Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-rang yang diberi
ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang
zalim.
Hubungan Surat al-Ankabuut ayat 49 dengan
kognitif.Ahli-ahli psikologi kognitif dalam banyak penelitiannya, mempercayai
bahwa kejiwaan dan tingkahlaku manusia banyak dipengaruhi oleh faktor kognitif
yang merupakan pusat berfikir (akal), selanjutnya menjadi motor penggerak jiwa
dan tingkahlaku manusia. Permasalahan hidup dikendalikan oleh otak manusia,
maka kemudian muncullah berbagai teori tentang kognitif. Dari teori kemudian
menghasilkan program-program atau rancangan untuk mengatasi persoalan hidup.
Pada dasarnya teori-teori kognitif yang dibangun oleh barat, banyak dipengaruhi
pemikiran ahli filsafat Aristoteles yang mengatakan” Manusia dan dunianya
seperti arloji, sekiranya ada kerusakan pada arloji tersebut, cukup mengganti
bagian yang rusak itu.” Artinya manusia sangat menjadi mekanistik dan segala
persoalannya menjadi sangat sederhana.
Psikologi Islam berkaitan dengan kognitif tidak
memusatkan otak sebagai sentral dalam proses berfikir. Proses berfikir
melibatkan banyak elemen termasuk otak atau akal, nafsu, dan hati nurani atau qolb.
Al-Gazali menjelaskan hubungan ketiganya seperti hubungan raja, perdana
menteri, dan mentri-mentri. Fungsi raja diwakili oleh hati, perdana meneteri
oleh otak, dan menteri oleh nafsu. Pengambil keputusan adalah raja, perdana
menteri adalah sebagai pelaksana tugas, dan menteri merupakan pelaksana tugas
lapangan.
Di
dalam al-Qur’an sendiri perkataan Aql tidak pernah disebut
dalam kata benda, selalunya al-Qur’an menyebutnya dengan kata kerja,
Seperti ‘afala ta’kiluun’, afala tatafakarunn’, afala tatadabbaruun’. Ini
menunjukkan bahwa berfikir itu merupakan sebuah proses kerja dan pusatnya
adalah di hati dan hati itu adanya di dalam dada. Sebagaimana dalam al-Qur’an
surat al-Hajj ayat 46 yang artinya Maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
Maka pengertian yang bisa dipahami dari surat
al-Ankabut ayat 49 dan surat al-Hajj ayat 46 adalah bahwa:
1. Pusat berfikir yang luar bisa letaknya ada di hati,
maka untuk memahami al-Qur’an tidak bisa hanya menggunakan kognitif atau akal
saja. Ia harus dipahami dan dihayati kemudian diamalkan.
2. Al-Quran hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang
berilmu yang didalam dadanya dipenuhi oleh keimanan kepada Allah, sementara
orang yang mempelajari al-Quran tanpa keimanan dalam dada, maka ia hanya
menjadi sebatas pengetahuan.
3. Makna dada pada kedua ayat tersubut sekaligus
mempunyai dua pengertian, yaitu makna secara biologis atau fisik yaitu dada
yang di dalamnya terdapat jantung dan juga pengertian psikologis yang
merupakan alam tempat bersemayamnya ruh dan hati nurani.
4. Makna hati juga mempunyai dua pengertian, secara
biologis atau fisik adalah jantung, sedangkan secara psikologis adalah hati
nurani yang dalam bahasa arab sering disebut dengan Qolb atau Fu’ad (Ahmad
Bubarok: 2009).
Pembinaan
pola pikir atau kognitif, yakni pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang
luas dan mendalam sebagai penjabaran dari sifat fathonah Rosulullah. Seseorang
yang fathonah itu tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan atau
kearifan dalam berpikir dan bertindak. Mereka yang mempunyai sifat fathonah mampu
menangkap gejala dan hakikat dibalik semua peristiwa, mereka mampu belajar dan
menangkap peristiwa yang ada di sekitarnya, kemudian menyimpulkannya sebagai
pengalaman berharga dan pelajaran yang memperkaya khazanah. Mereka tidak segan
untuk belajar dan mengajar, karena hidup hanya semakin berbinar ketika
seseorang mampu mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa tersebut.
d) Humanistis
Psikologi
humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun
1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang
pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti
Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi
profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan
manusia, seperti tentang self (diri),
aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran
psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan
behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga“ dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama dalam psikologi yang awal
mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang
kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna
menghasilkan kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa
perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dari dalam
diri.
Asumsi
humanistik adalah memandang manusia sebagai manusia bermain (homo ludens). Tiap
manusia mempunyai pengalaman yang unik, karena tidak ada satu pun manusia yang
memiliki pengalaman yang sama. Dengan keunikan ini merupakan cara kita untuk
berinteraksi antar sesama dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini, manusia bukan
hanya mencari identitas, tetapi juga berupaya mencari makna seperti makna
kehidupan, kehadirannya di lingkungan, maupun apa yang diberikannya kepada
lingkungan tersebut. Aliran ini bertumpu pada 3 dasar pijakan yaitu, 1)
keunikan manusian, 2) pentingnya nilai dan makna, dan yang ke 3) kemampuan
manusia untuk mengembangkan diri.
Humanisme
dalam Islam sebenarnya sudah terumuskan dalam konsep khalifatullah dalam
Islam. Untuk mengerti konsep ini bisa dilacak pada sumber dasar Islam surat
Al-Baqarah (2): 30-32; yang substansinya ada tiga hal decara jelas diterangkan,
yaitu: (1) manusia adalah pilihan Tuhan, (2) keberadaan manusia dengan segala
kelebihannya dimaksudkan sebagai wakil Tuhan di atas bumi (khalifatullah fi al-ardl)), dan (3) manusia adalah pribadi yang
bebas yang menanggung segala risiko atas perbuatannya.
Mengkaji Aspek-Aspek Psikologi Dan
Komunikasi Massa
a. Efek seperti apa yang terjadi dari proses komunikasi massa?
1)
Efek kognitif,
yakni pembentukan dan perubahan citra, citra terbentuk atas informasi yang kita
terima. Menyampaikan informasi pada khalayak dengan membentuk, dan
mempertahankan atau mendefinisikan citra. Di samping itu, dapat terjadi
stereotir menurut Emil Dofivat yang menjelaskan bahwa media massa mempengaruhi
gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang
berubah-ubah, bersifat klise, sering kali timpang, dan tidak benar. Pengaruh
lainnya yaitu melaporkan dunia nyata secara selektif atau dipilih-pilih
berdasarkan apa yang ingin tampilkan atau disampaikan oleh media massa tersebut
sehingga mempengaruhi pembentukan citra menjadi stereotip sehingga bahaya media
massa dapat menyebabkan depersonalisasi dan dan dehumanisasi tehadap konten
yang dimuat oleh media massa tersebut.
2)
Efek afektif,
yakni menurut Joseph Klapper yang meneliti tentang efek media massa terdiri
dari, (a) pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor- faktor
predisposisional, proses selektif, dan keanggotaan kelompok. (b) karena faktor
ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang
ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah. (c) bila
komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas
sikap lebih umum terjadi dari pada konversi (perubahan seluruh sikap) dari satu
sisi masalah ke sisi yang lain.
3)
Efek behavioral,
dalam kategori ini efek komunikasi massa terbagi menjadi 2. Pertama, efek prilaku sosial yang
diterima yakni memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang
lain. Sedangkan yang kedua, efek
prilaku agresif, adegan kekerasan dalam film dan televisi meningkatkan kadar
agresi penontonnya. Mula-mula penonton mempelajari metode agresi setelah
melihat contoh. Selanjutnya kemampuan penonton untuk mengendalikan diri
berkurang. Akhirnya mereka tidak tersentuh oleh orang yang menjadi korban
agresi, kemudian mengurang kendali moral penontonya dan menumpulkan perasaan
mereka.
4)
Efek kehadiran
media massa, yakni menurut McLuhan teori perpanjangan indra mengasumsikan
media adalah perluasan indera manusia, telepon adalah perpanjangan telingan dan
televisi adalah perpanjangan mata. Sedangkan menurut Steven H. Chaffe terdapat
5 macam hal yang menjadi efek komunikasi massa, diantaranya (a) efek ekonomis,
(b) efek sosial, (c) efek pada penjadwalan kegiatan, (d) efek pada penyaluran
atau penghilangan perasaan tertentu, dan (e) efek pada perasaan orang terhadap
media.
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak tersebut.
Dalam teori Defleur dan Ball-Rokeach tentang pertemuan dengan media
menimbulkan tiga asumsi pokok yakni, perspektif perbedaan individual, kemudian
perspektif kategori sosial, serta perspektif hubungan sosial. Dari ketiga
perspektif ini kemudian disimpulkan ada berbagai faktor yang akan mempengaruhi
reaksi orang terhadap media massa, yakni. (1) organisasi personal psikologis,
individu mempunyai potensi biologis, seperti sikap, nilai, kepercayaan, dan
bidang pengalaman. (2) kelompok sosial dimana individu menjadi anggota. (3)
hubungan internal pada proses penerimaan, kemudian pengelolaan dan penyampaian
informasi terhadap penggunaan media.
Mengkaji aspek-aspek psikologi dalam komunikator, dilihat dari ethos
komunikator.
Menurut
Aristoteles dalam Jalaluddin Rakhmat (1985: 266), menyebutkan karakter
komunikator sebagai ethos. Ethos
terdiri dari pikiran yang baik (good
sense), ahklak yang baik (good moral
character), dan maksud baik (good
will). Penulis menambahkan dengan prilaku yang baik.
Hovland dan
Weiss menyebut ethos sebagai credibility
yang terdiri atas 2 unsur, yaitu (1) keahlian (expertise) dan (2) dapat dipercaya (trust worthiness). Unsur kedua mutlak harus dimiliki oleh seorang
komunikator agar bersifat kredibel. Sementara itu, para cendekiawan modern
menyebut ethos Aristoteles sebagai (1) itikad baik (good mention), (2) dapat dipercaya (trust worthiness), dan kecakapan dan kemampuan (competence & externess).
Ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi
evektivitas komunikator terdiri atas kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan.
Kredibilitas merupakan seperangkat
presepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini
terkadung 2 arti yaitu, (1) kredibilitas adalah presepsi komunikate, jadi tidak
inhern dalam diri komunikator, (2) kredibilitas berkenaan dalam sifat-sifat
komunikator yang selanjutnya disebut dengan komponen-komponen kredibilitas.
Kredibilitas adalah masalah presepsi. Kredibilitas akan berubah tergantung pada
prilaku presepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi. Kredibilitas
tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada presepsi komunikate.
Atraksi, suatu atraksi menyebabkan
komunikator menarik. Karena menarik, ia memiliki daya persuasif. Selain itu
ketertarikan seseorang atau komunikator disebabkan adanya kesamaan di antara
keduanya, yaitu komunikator dan komunikate. Everett M. Rogers telah meninjau
beberapa penelitian, yang akhirnya dia dapat membedakan kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi homophily,
komunikator dan komunikate merasakan adanya kesamaan dalam status sosial
ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan. Sementara pada kondisi heterophily, terdapat perbedaan status
sosial ekonomi, pendidikan, sikap, dan kepercayaan diantara komunikator dan
komunikate. Komunikasi akan lebih efektif pada kondisi homophily dari pada heterophily.
Kekuasaan, dalam kerangka teori Kelman,
kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti kredibilitas dan
atraksi, ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate.
Kekuasaan dapat menimbulkan sesorang seseorang dapat memaksakan kehendaknya
kepada orang lain karena dia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber
daya yang dimilikinya, French mengklasifikasikan jenis kekuasaan. Klasifikasi
ini kemudian dimodifikasi oleh Raven (1974) dan menghasilkan 5 kekuasaan yaitu,
(1) kekuasaan koersif, (2) kekuasaan keahlian, (3) kekuasaan informasional, (4)
kekuasaan rujukan, (5) kekuasaan legal.
Mengkaji aspek-aspek psikologi dalam pesan komunikasi
Organisasi pesan, dalam bukunya
berjudul De Arte Rhetorica,
Aristoteles menyatakan bahwa pesan yang tersusun dengan baik lebih mudah
dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik. Ia menyarankan agar
setiap pembicaraan disusun menurut urutan yaitu pengantar, pernyataan, argumen,
dan kesimpulan. Pada tahun 1952, Beighley menemukan bukti nyata yang menunjukkan
bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti dari pada
pesan yang tidak baik. Oleh karenanya, retorika sudah sejak lama menunjukkan
cara-cara menyusun pesan mengikuti pola yang dissarankan oleh Aristoteles.
Retorika mengenal 6 macam organisasi pesan, yaitu (1) deduktif, (2) induktif,
(3) kronologis, (4) logis, (5) spasial, dan (6) tropikal (Rakhmat, 1982: 46).
Struktur pesan, bila Anda harus
menyampaikan informasi dihadapan khalayak yang tidak sepaham dengan anda. Maka
Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi Anda yang harus
didahulukan atau bagian yang kurang penting. Untuk menjawap pertanyaan ini
adalah dengan menggunakan konsep primacy-recency.
Koehler et. al. (1987: 170-171), dengan mengutip Cohen, telah menyebutkan
kesimpulan penelitian seputar konsep primacy-recency
sebagai berikut:
a.
Pembicara menyajikan 2 sisi persoalan yang pro dan kontra.
b.
Pendengar secara terbuka memihak satu sisi arbumen,
sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka.
c.
Pembicara menyajikan 2 sisi persoalan, biasanya kita
lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu.
d.
Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang
dikehendaki atau yang diterima, disajikan sebelum gagasan yang kurang
dikehendaki.
e.
Urutan pro-kontra
lebih efektif dari pada urutan kontra-pro
bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
f.
Argument yang terakhir didengar akan lebih efektif bila
ada jangka waktu cukup lama di antara 2 pesan, dan pengujian segera terjadi
setelah pesan kedua.
Imbawan pesan, apabila pesan kita
maksudkan untuk mempengaruhi orang lain, kita harus menyentuh motif yang
menggerakkan dan mendorong perilaku komunikate. Dengan kata lain, secara
psikologis kita mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan
kita. Adapun berbagai macam imbauan pesan yang terdiri atas, (1) imbauan
rasional, (2) imbauan emosional, (3) imbauan takut, (4) imbauan ganjaran, dan
(5) imbauan motivasional.
Pesan verbal, dalam psikologi pesan
terdapat konsep yang berubah teknik pengendalian perilaku orang lain yang
disebut bahasa. Dengan bahasa yang merupakan kumpulan kata, komunikator dapat
mengatur perilaku komunikate (orang lain). Berbicara (berkomunikasi)
menggunakan bahasa. Pada gilirannya bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata
dan kalimat, yang disebut pesan linguistik (non-verbal). Dalam pesan linguistik
terdapat bahasa, terdapat dua cara untuk mendefinisikan bahasa, yaitu secara
fungsional dan formal. Secara fungsional berarti melihat bahasa dari segi
fungsinya. Sehingga bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan. Bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan
diantara kelompok sosial untuk menggunakannya. Adapun secara formal, bahasa
dinyatakan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat oleh
peraturan tata bahasa. Setiap bahasa memiliki peraturan bagaimana kata-kata
harus disusun dan dirangkai agar memberi arti (dalam Jalaludin Rahmat Psikologi
Komunikasi).
Pesan non-verbal, selain
pesan-pesan verbal yang disampaikan melalui bahasa dengan segala penjelasannya,
sekarang akan dibahas mengenai pesan non-verbal dalam komunikasi. Adapun Mark
L. Knapp (1972: 9) telah menyebutkan 5 fungsi pesan non-verbal yaitu, (1) Repetisi, mengulang kembali gagasan yang
sudah disajikan 2 secara verbal. (2) Subtitusi,
menggantikan lambang-lambang verbal. (3) Kontradiksi,
menolak pesan verbal atau memberikan makna lain terhadap pesan verbal. (4) Komplemen, melengkapi dan memperkaya
makna pesan nonverbal. (5) Aksentuasi,
menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Mengenai klasifikasi pesan
non-verbal, Duncan telah menyebutkan 6 jenis pesan non-verbal yaitu, (1)
kinesik atau gerak tubuh, (2) paralinguistik atau suara, (3) prosemik atau
penggunaan ruangan personal dan social, (4) olfakasi atau penciuman, (5)
sensitivitas kulit, dan (6) faktor artifaktual, seperti pakaian dan kosmetik.
hore
ReplyDeleteada rangkumannya ga ya?
ReplyDelete