Friday, December 21, 2012

Jangan Biarkan Media Hilangan Keampuhannya

Oleh: Mulyadi Saputra
http://www.pdk.or.id

Kebebasan Pers di Indonesia dapat diacungi jempol meski baru beberapa tahun terakhir setelah pemerintahan Orde Baru (orba). Kebebasan pers di Indonesia telah mengalahkan Negara yang lebih dulu menjunjung kebebasan bermedia dan Negara demokrasi lainnya.  Dengan kebebasan ini pula masyarakat dapat mengetahui informasi seluas-luasnya mengenai apa yang sedang terjadi di belahan dunia. Ini tentu suatu prestasi besar, sebab menurut para pakar semakin bagusnya jaringan informasi yang di peroleh masyarakat akan menunjukkan kemajuan sebuah wilayah.

Di era orba yang lebih kepada pemerintahan yang otoriter, informasi yang menyinggung keburukan pemerintahan langsung akan disensor, informasi yang menyinggung tentang pertahanan dan militer juga langsung di sensor bahkan akan lebih kejam lagi yaitu dibreidel. Namun, untuk era reformasi menjadi bebas, dengan kata lain Kebebasan Pers yang dapat di
pertanggungjawabkan.  Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan kebebasan ini menjadikan pemberitaan media massa terdengar biasa dan cendrung tidak di anggap? Ataukah kepekaan pemerintah terhadap media massa menjadi turun karena sudah menjadi kebiasaan? Ataukah pemerintah sudah kebal media?

Dahulu media massa begitu berpengaruh dalam hal perubahan di suatu wilayah, sehingga pemberitaan yang bersifat mengkritik akan langsung ditindak lanjuti dan kemudian akan di perbaiki. Pada jaman Orba mengapa media begitu di kebiri, karena pemberitaan media akan berpengaruh besar dalam hal perubahan dan dapat menjadikan opini publik yang kuat dan ketakutan pun dialami sang petinggi. Di Negara lain seperti Amerika kebebasan media masih tergantung oleh pemerintah, karena birokrasi mereka masih takut akan pemberitaan oleh media yang dapat menghimpun opini dari rakyat.

Ketika opini sudah terbentuk oleh media sudah menjadi barang jelas, yang akan timbul yaitu interpensi menai baik atau buruk sesuai dengan pemberitaan. Karena sampai sekarang diyakini bahwa public opinion menjadi suara kebenaran. Namun di Indonesia pada saat ini cendrung menurun ketakutan terhadap media, dan pemerintahpun menjadi kebal media. Sepertinya sudah masa bodoh dengan pemberitaan yang diangkat oleh media meski itu akan menimbulkan opini public dan lambat laun akan menghilangkan kredibilitasnya.

 Pada akhir-akhir ini yang paling ramai di bincangkan di media yaitu kisruh KPK dan Polri yang akhirnya menimbulkan opini publik yang begitu kuat. Media memberitakan kejadian yang menimpa para petinggi KPK yang di usik, agar lembaga independent tersebut tidak dapat berkerja optimal untuk memberantas korupsi. Opini publik yang terbentuk oleh media sangat jelas berpihak pada siapa dan lembaga mana. Namun lembaga yang jelas di perolokkan oleh masyarakat sepeti kebal dan cendrung melawan arus.  Ketika melawan arus tentu menjadi pertanyaan besar sebagaimana diatas, Apakah sudah kebal media?

Anggapan tentang media yang dapat mempengaruhi masyarakat telah hilang, sehingga kekebalannya terhadap media pun semakin bertambah. Media seperti kehilangan taring untuk dapat menggiring dan mempengaruhi massa. Dan pada saat media mempublikasikan tindakan negative pun tak lagi menjadi hal yang menakutkan bagi para pihak ‘kebal media’.

Persoalan berikutnya yaitu menyakut kebebasan bermedia, media membuat opini publik terus menerus dan bahkan dari kasus yang kecil sampai dengan peristiwa yang besar. Ini sudah sering terjadi, peristiwa kecil di daerah-daerah yang terus diangkat dan menjadi lebar dan besar karena terus diangkat. Seperti akan datangnya Miaby ke Indonesia, padahal itu suatu peristiwa kecil, yang terus diangkat sehingga menjadi besar dengan terbentuknya opini dari masyarakat. Hingga banyak masyarakat yang tidak pernah tahu latar belakangnya menjadi tahu, dan akan mencari tahu bila belum tahu, bahkan yang lebih gawat lagi mereka akan membuktikan apa yang terbincangkan di media.

 Disini timbul kekhawatiran akan timbul kebosanan masyarakat beropini, lebih kepada acuh dan masa bodoh dengan media massa. Mereka menganggap hal yang biasa terjadi dan bukan menjadi hal aneh dan unik lagi. Mengkin untuk masa sekarang ini masyarakat masih senang-senangnya mendengar pemeberitaan media yang terkecilpun juga, karena kebebasan mendapat informasi seluas-luasnya ini terbilang baru. Pada suatu ketika masyarakat merasa bosan dengan unsur-unsur pemeberitaan, setelah mereka mengetahui ternyata itu kejadian kecil, maka akan timbul kekecewaan. Atau ketika mereka mendengar pemberitaan itu seringkali maka yang timbul kebosanan. PSaat itu pula opini publik tidak terbentuk, maka yang akan terjadi adalah ketimpangan dan hilangnya kontrol terhadap kebijakan dari rakyat melalui media. 

Media massa harus benar-benar selektif untuk mengangkat suatu tema yang akan dibesarkan (dapat menghimpun massa untuk beropini). Berharap mesyarakat tidak bosan dan tidak jenuh dengan isu yang diangkat. Apalagi ketika masyarakat merasakan kekecewaan karena dukungan dan pendapatnya menjadi sia-sia dikarnakan kenyataan membongkar bahwa itu hal kecil.

Media massa jangan sampai kehilangan taring dan tidak lagi di segani apalagi sampai dibilang keampuhannya luntur. Harus menciptakan suatu brand, bahwa sekali termuat di media tentang tingkah negative maka akan kehilangan kredibilitas selamanya, begitu pula sekali dimuat tentang kegiatan positif akan menjadi harum selamanya. Sehingga instansi, perorangan, atau siapapun, menjadi takut tercium media karena kejelekannya. Sekaligus mencegah instansi, masyarakat, pejabat, dan apapun namanya, menjadi takut akan berbuat jahat. Disana pula fungsi media akan berjalan dengan baik.

No comments:

Post a Comment